Korona Matahari sangaaaaaaaatlah panas. Temperaturnya 2 juta derajat Celcius, jauh lebih panas daripada permukaan bintang yang "hanya" 6.000 derajat Celcius. Masalahnya, belum ada yang betul-betul yakin mengapa atmosfer Matahari sedemikian panas.
Seperti di Bumi, Matahari juga mengalami cuaca buruk seperti angin kencang dan hujan. Tapi, berbeda dengan badai di Bumi, hujan di Matahari bukanlah hujan air. Di sana turun hujan gas bermuatan listrik dan superpanas, yang disebut plasma. Hujan plasma turun dengan kecepatan sekitar 200.000 kilometer per jam dan berasal dari bagian atas Matahari (korona). Tetes-tetes hujan di sana berukuran sebesar negara!
Fenomena yang mencengangkan ini pertama kali ditemukan hampir 40 tahun lalu. Para pakar fisika matahari (orang-orang yang menyelidiki Matahari) sekarang bisa menelitinya secara mendetil berkat satelit terkini. Mereka pun mulai memahami bagaimana badai ini bisa terjadi.
Ternyata, hujan di Matahari terbentuk dengan cara yang serupa dengan proses terbentuknya hujan di Bumi. Jika kondisi atmosfer Matahari mencapai keadaan tertentu, plasma akan menguap dari permukaan dan awan-awan plasma panas pun terbentuk. Awan-awan tersebut kemudian mendingin dan akhirnya jatuh ke permukaan matahari dalam tetes-tetes hujan plasma yang panaaaaaaas sekali.
Namun demikian, pencetus mulainya pembentukan awan hujan di Matahari sangat berbeda dengan yang terjadi di Bumi. Julak surya (solar flare) adalah ledakan terdahsyat di Tata Surya. Ledakan ini membantu memanasi atmosfer Matahari dan mendorong terjadinya proses penguapan plasma menjadi awan.
Korona Matahari sangaaaaaaaatlah panas. Temperaturnya 2 juta derajat Celcius, jauh lebih panas daripada permukaan bintang yang "hanya" 6.000 derajat Celcius. Masalahnya, belum ada yang betul-betul yakin mengapa atmosfer Matahari sedemikian panas.